Senin, 17 Juni 2019

Urban Legend : Hachisaku-sama

Hachisaku sama merupakan sebuah urban legend yang berasal dari Negara jepang tentang seorang wanita jangkung setinggi 8 kaki yang suka menculik anak anak mengenakan gaun putih panjang dan mengeluarkan suara yang terdengar berat seperti “ Po…po…po…po…”
Ada sebuah kisah yang cukup menyeramkan mengenai hakushaku –sama.

Cerita Dan Pengalaman Tentang Hachishakusama

Kakek-nenek saya tinggal di Jepang. Setiap musim panas, orang tua saya membawa saya ke sana pada hari libur untuk mengunjungi mereka.

Mereka tinggal di sebuah desa kecil dan mereka memiliki halaman belakang yg luas. Saya senang bermain di sana selama musim panas. Ketika kami tiba, kakek-nenek saya selalu menyambut saya dengan tangan terbuka. Hanya saya cucu mereka, sehingga saya mrasa dimanjakan.

Terakhir kali saya melihat mereka adalah musim panas ketika saya berumur 8 tahun.
Seperti biasa, orang tua saya memesan penerbangan ke Jepang dan kami melaju dari bandara ke rumah kakek-nenek saya. Mereka senang melihat saya dan mereka memiliki banyak hadiah kecil untuk dberikan. Orang tua saya ingin memiliki waktu sendiri, sehingga setelah beberapa hari, mereka melakukan perjalanan ke daerah lain di Jepang, meninggalkan ku dengan nenek dan kakek ku

Suatu hari, saya sedang bermain di halaman belakang. Kakek-nenek ku berada di dalam rumah. Itu adalah hari musim panas yang panas dan saya berbaring di rumput untuk beristirahat. Saya menatap awan dan menikmati perasaan sinar lembut matahari dan angin lembut. Ketika aku hendak bangun, aku mendengar suara aneh.

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."

aku tidak tahu apa itu dan sulit untuk dicari tahu suara itu berasal dari mana. Kedengarannya hampir seperti seseorang sedang membuat kebisingan sendiri ... seolah-olah dia hanya mengatakan, "Po ... Po ... Po ..." berulang-ulang.

aku melihat sekeliling, mencari sumber suara ketika tiba-tiba aku melihat sesuatu di atas pagar tinggi yang menutup halaman belakang, itu sperti topi jerami. Di situlah suara itu berasal.

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."

Kemudian, topi itu mulai bergerak, seolah-olah seseorang sedang memakainya. Topi itu berhenti di sebuah celah kecil di pagar tanaman dan saya bisa melihat wajah mengintip melalui celah itu. Itu seorang wanita stinggi pagar yang tinggi ... hampir 8 kaki tingginya ...

aku terkejut melihat seberapa tinggi wanita itu. Saya bertanya-tanya apakah dia memakai egrang atau semacam sepatu bertumit tinggi?

Sekian detik kemudian, ia berjalan pergi dan suara aneh menghilang bersamaan dengannya yang memudar ke kejauhan.

Bingung, aku berjalan kembali ke dalam rumah. Kakek-nenek saya berada di dapur sedang minum teh. aku duduk di meja dan setelah beberapa saat, saya mengatakan kepada kakek-nenek tentang apa yang ku lihat. Mereka tidak benar-benar memperhatikan ku, sampai aku menyebutkan bahwa ada suara khas.

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."

Begitu aku mengatakan itu, keduanya tiba-tiba diam. Mata nenek melebar dan dia menutup mulutnya dengan tangannya. Wajah Kakek menjadi sangat serius dan ia meraih lenganku.

"Ini sangat penting," katanya, dengan suara yang Serius. "Kamu harus memberitahu kami persis seperti apa... Berapa tinggi dia kira-kira?"

"Setinggi pagar taman," jawab saya yang mulai merasa takut.

aku dibombardir kakek dengan pertanyaan ... "Di mana dia berdiri? Ketika kejadian tadi terjadi, apa yang kamu lakukan? Apakah dia melihat mu?"

aku mencoba untuk menjawab semua pertanyaan itu sebaik mungkin. Tiba-tiba ia bergegas keluar ke lorong dan menelepon seseorang. Aku tidak bisa mendengar apa yang ia katakan. Aku memandang nenek dan dia gemetar.

Kakek datang menerobos kembali ke dalam ruangan dan berbicara dengan nenek.

"Aku harus pergi keluar untuk sementara waktu," katanya. "Nenek tinggal di sini."

"Apa yang terjadi, Kakek?" Teriak ku

Dia menatapku dengan ekspresi sedih di matanya dan berkata, "Kau sudah disukai oleh Hachishakusama."

Setelah itu, ia bergegas keluar, masuk ke truk dan melaju pergi.

Aku berbalik ke nenek saya dan dengan hati-hati bertanya, "Siapa Hachishakusama?"

"Jangan khawatir," jawabnya dengan suara gemetar. "Kakek akan melakukan sesuatu. Tidak perlu khawatir. "

Ketika kami duduk gelisah di dapur menunggu kakek saya datang kembali, dia menjelaskan apa yang terjadi. Dia mengatakan kepada ku ada hal yang berbahaya yang menghantui daerah kita. Mereka menyebutnya "Hachishakusama" karena tingginya. Dalam bahasa Jepang, "Hachishakusama" berarti "Delapan Kaki".

Terakhir kali ia muncul pada 15 tahun yang lalu. Nenek mengatakan bahwa siapa pun yang melihat Hachishakusama ditakdirkan untuk mati dalam beberapa hari.

Semuanya terdengar begitu gila, aku tidak yakin apa yang telah ku alami.
Ketika Kakek kembali, ada seorang wanita tua bersamanya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai "K-san" dan menyerahkan sepotong perkamen kecil (Sejenis Jimat), dia mengatakan, "Ini, ambil ini dan tahan." Lalu, ia dan Kakek pergi ke lantai atas untuk melakukan sesuatu. aku ditinggalkan sendirian lagi di dapur dengan nenek.

Saat aku harus pergi ke toilet. Nenek mengikuti ku ke kamar mandi dan tidak akan membiarkan ku untuk menutup pintu. aku mulai benar-benar takut dengan semua ini.

Setelah beberapa saat, Kakek dan K-san membawa ku ke atas dan membawa ku ke sebuah kamar . Jendela tertutup oleh surat kabar dan banyak mantra kuno telah ditulis. Ada mangkuk kecil garam di keempat sudut ruangan dan tokoh Buddha kecil yang ditempatkan di tengah ruang di atas kotak kayu. Ada juga ember warna biru.

"Ember untuk apa?"  aku bertanya.

"Itu untuk kencing dan kotoran," jawab Kakek.

K-san menyuruhku duduk di tempat tidur dan berkata, "Segera, matahari akan terbenam, dengarkan dengan seksama. Kamu harus tinggal di ruangan ini sampai besok pagi. Kamu tidak boleh keluar dalam keadaan apapun sampai jam 07:00 besok pagi. Nenek dan kakek kamu tidak akan berbicara dengan kamu atau menghubungi kamu sampai saat itu. Ingat, tidak meninggalkan ruang untuk alasan apapun sampai jam 07:00 besok pagi. Saya akan memberitahu orang tua kamu tntang apa yang sedang terjadi."

Dia berbicara dengan nada serius, yang bisa ku lakukan hanya diam mengangguk.

"Kamu harus mengikuti instruksi K-san," Kakek bilang. " Dan jika terjadi sesuatu, berdoa kepada Buddha. Dan pastikan kamu mengunci pintu ini ketika kita pergi nanti. "

Mereka berjalan ke lorong dan setelah mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Aku menyalakan TV dan mencoba untuk menonton, tapi aku begitu gugup, saya merasa mual. Nenek sudah meninggalkan beberapa makanan ringan dan nasi untuk ku, tapi aku tidak bisa makan. aku merasa seperti berada di penjara, aku merasa sangat tertekan dan takut. aku berbaring di tempat tidur dan menunggu, sampai akhirnya tertidur.

Ketika aku terbangun, jam menunjukkan pkul 01:00 malam. Tiba-tiba, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang mengetuk jendela.

"Tap, Tap, Tap, Tap, Tap ..."

Aku merasakan darah mengalir dari wajah dan jantungku berdetak kencang. Aku berusaha keras untuk menenangkan diri, mengatakan pada diri sendiri itu hanya angin yang meniup cabang-cabang pohon. Aku keraskan volume TV untuk meredam kebisingan itu. Tapi suara itu tetap tidak berhenti sama sekali.

Saat itulah aku mendengar Kakek memanggil.

"Apakah Kamu baik-baik saja di sana?" Tanyanya. "Jika kamu takut kamu tidak harus tinggal di sana sendirian. Kakek bisa datang dan menemanimu. "

aku tersenyum dan bergegas untuk membuka pintu, tapi kemudian, aku berhenti. Seluruh tubuhku merinding. Kedengarannya seperti suara Kakek, tapi entah bagaimana, itu berbeda. Saya tidak tahu apakah itu benar-benar kakek ...

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Kakek. "Kamu dapat membuka pintu sekarang."
aku melirik ke kiri dan tulang belakangku terasa sangat dingin. Garam dalam mangkuk perlahan berubah hitam.

Aku berjalan mundur dari pintu. Seluruh tubuhku gemetar ketakutan. Aku jatuh berlutut di depan patung Buddha dan mencengkeram perkamen erat di tangan ku. Aku merasa mulai putus asa berdoa meminata bantuan.

"Tolong selamatkan aku dari Hachishakusama," aku terus meratap.
Kemudian, aku  mendengar suara di luar pintu:

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."

Suara diluar jendela mulai lagi. Untuk mengatasi rasa takut , aku berjongkok di depan patung Buddha, setengah menangis setengah-berdoa semalaman. aku merasa ini seperti tidak akan pernah berakhir, tapi akhirnya pagi juga. Garam di semua ke 4 mangkuk itu berubah menjadi hitam dan gelap gulita.

aku melihat jam. Sudah pukul 7:30 pagi. aku pelan-pelan membuka pintu. Nenek dan K-san berdiri di luar menunggu ku. Ketika dia melihat wajahku, Nenek menangis.
"Aku sangat senang kau masih hidup," katanya.

aku turun dan terkejut melihat ayah dan ibu ku duduk di dapur. Kakek datang dan berkata, "Cepat! Kita harus pergi. "

Kami pergi ke pintu depan dan ada mobil van hitam besar menunggu di depan jalan. Beberapa orang dari desa itu berdiri di sekitar situ, menunjuk ke arahku dan berbisik, "Itu anak itu."
Van itu bermuatan 9 penumpang dan mereka menempatkanku di tengah, dikelilingi oleh delapan orang. K-san berada di kursi pengemudi.

Pria di sebelah kiri saya, menatap saya dan berkata, "Aku tahu kau mungkin khawatir tapi tutup matamu. Kita tidak bisa melihatnya, tapi kamu bisa. Jangan membuka matamu sampai kami katakan kamu aman dsini. "

Mobil Kakek melaju di depan dan mobil ayahku mengikuti di belakang. Ketika semua orang sudah siap, konvoi kecil kami mulai bergerak. Kami cukup lambat ... sekitar 20km / jam atau mungkin kurang. Setelah beberapa saat, K-san mengatakan, "Sekarang kita mulai berada di saat yang sulit," dan mulai menggumamkan doa.

Saat itulah aku mendengar suara itu.

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."

aku mencengkeram Perkamen yang diberikan K-san dan kupegang erat di tangan. aku terus menunduk, tapi tanpa sengaja saya mengintip ke luar. Saya melihat sosok gaun putih berkibar oleh angin. Dan bergerak bersama dengan van. Itu adalah Hachishakusama(Delapan Kaki). Dia berada di luar jendela, tapi ia menjaga kecepatan agar sama dengan kami.
Lalu, tiba-tiba ia membungkuk dan mengintip ke dalam van.

"Tidak!" Aku Terkejut.

Pria sampingku berteriak, "TUTUP MATA MU!"

Aku segera menutup mata sekeras mungkin dan memperketat cengkeraman jimat perkamen. Kemudian ketegangan dimulai.

"Tap, Tap, Tap, Tap, Tap ..." (suara ketukan di jendela)
Suara menjadi lebih keras.

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."

Ada yg mengetuk jendela di sekitar mobil kita. Semua orang di dalam van mulai terkejut dan gelisah, gugup bergumam kepada diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa melihat Hachishakusama dan mereka tidak bisa mendengar suaranya, tapi mereka bisa mendengarnya mengetuk jendela. K-san mulai berdoa lebih keras dan lebih keras sampai ia hampir berteriak. Ketegangan dalam van itu tak tertahankan.

Setelah beberapa saat berhenti dan suara menghilang.
K-san kembali menatap kami dan berkata, "Saya pikir kita aman sekarang."
Semua orang di sekitar ku menarik napas lega. Van menepi ke sisi jalan dan orang-orang keluar. Mereka memindahkan ku ke mobil Ayah. Ibuku memelukku erat dan air mata mengalir di pipinya.
Kakek dan ayahku membungkuk kepada orang-orang dan mereka melanjutkan perjalanan mereka. K-san menengok ke jendela dan memintaku untuk menunjukkan potongan perkamen yang pernah diberikannya. Ketika aku membuka tangan, aku melihat bahwa jimat itu sudah benar-benar menghitam.

"Saya rasa kamu akan baik-baik sekarang," katanya. "Tapi hanya untuk memastikan, Pegang ini untuk sementara waktu." Dia menyerahkan sepotong perkamen baru.

Setelah itu, kami melaju langsung ke bandara dan Kakek melihat kami aman di pesawat. Ketika kami berangkat, orang tua ku menarik napas lega. Sebelumnya. Tahun lalu, temannya juga telah disukai oleh Hachishakusama. Anak itu menghilang dan tidak pernah terlihat lagi.

Ayah ku mengatakan ada orang lain yang telah disukai oleh dia dan masih hidup untuk menceritakan tentang hal itu. Mereka semua harus meninggalkan Jepang dan menetap di luar negeri. Mereka tidak pernah bisa kembali ke tanah air mereka.

Dia selalu memilih anak-anak sebagai korbannya. Mereka mengatakan, itu karena anak-anak tergantung pada orang tua mereka dan anggota keluarga. Hal ini membuat mereka lebih mudah untuk ditipu apalagi ketika dia bertindak sebagai kerabat mereka.

Ayah mengatakan orang-orang di dalam van adalah kerabat sedarah, dan itulah sebabnya mereka duduk di sekitar kamu dan knapa Kakek mengemudi di depan dan ayah di belakang. Itu semua dilakukan untuk mencoba membingungkan Hachishakusama. Butuh beberapa saat untuk menghubungi orang kerabat sedarah dan kita semua bersama-sama, jadi itu sebabnya aku harus dikurung di kamar sepanjang malam.

Ayah mengatakan kepada ku bahwa salah satu patung Jizo kecil (yang dimaksudkan untuk menjaga ku supaya dia terjebak) dan itu telah rusak dan entah bagaimana dia lolos.
Ini membuat ku menggigil. aku sangat senang ketika kita akhirnya kembali ke rumah.
Semua ini terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu. aku sudah tidak melihat kakek-nenek sejak saat itu. aku belum mampu menginjakkan kaki kembali kesana. Tapi aku selalu berbicara ditelpon dengan kakek dan nenek tiap minggu.

Selama bertahun-tahun, aku mencoba meyakinkan diri bahwa itu hanya sebuah Urban Legend, bahwa segala sesuatu yang terjadi hanya beberapa lelucon yang rumit. Tapi kadang-kadang, aku tidak begitu yakin.

Kakek ku meninggal dua tahun lalu. Ketika ia sakit, ia tidak akan mengizinkanku  untuk mengunjungi dia dan dia meninggalkan petunjuk ketat dalam wasiatnya bahwa aku tidak bleh menghadiri pemakamannya. Itu semua membuatku sangat sedih.

Nenek diceritakan beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan bahwa dia telah didiagnosa terkena kanker. Dia merindukanku dia sangat ingin melihatku untuk terakhir kalinya sebelum dia meninggal.
Pada percakapan ditelepon itu saya bertanya.

"Apakah nenek yakin?" aku bertanya. "Apakah disana aman?"

"Sudah 10 tahun," katanya. "Semua yang terjadi sudah sangat lama. Ini semua sudah dilupakan. Kamu sudah dewasa sekarang. nenek yakin tidak akan ada masalah. "

"Tapi ... tapi ... bagaimana dengan Hachishakusama?" Kataku.

Untuk sesaat, ada keheningan di ujung telepon trsebut. Kemudian, tiba-tiba aku mendengar suara itu lagi dalam telepon mengatakan:

"Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ... Po ..."


Urban Legend : Tomino’s Hell (Neraka tomino)



Ada sebuah puisi yang tidak boleh kau baca keras-keras. Puisi itu disebut Neraka Tomino . Puisi ini adalah karya Saijou Yaso, dia merupakan  seorang penyair populer yang mengerjakan sajak anak-anak dan lirik lagu populer. dan Puisi ini direkam dalam koleksi puisi Sakin .
Jika kau  membacanya dengan Keras dan Lantang, maka kau  akan menemui sebuah kesialan atau ketidakberuntungan. Pada kenyataannya, orang-orang mengaku merasa sakit ketika membaca puisi ini, jadi aku merekomendasikan mereka yang lemah untuk sugesti diri untuk membaca puisi itu diam-diam.
 
aku akan menyerahkan kepada kalian bagaimana kalian  memahami puisi itu sendiri.
Kau  akan menemukannya di bawah.
 
Neraka Tomino
Kakak perempuannya memuntahkan darah, dan adik perempuannya muntah,

Dan Tomino yang lucu memuntahkan jiwanya.

Tomino jatuh ke neraka sendirian,

Kegelapan Neraka di mana bahkan bunga tidak mekar.

Apakah kakak perempuan Tomino memegang cambuk?

Darah di cambuk membebani pikirannya.

Mengalahkan dan memukul namun tidak memukul sama sekali,

Hanya ada satu jalan menuju Neraka yang kedelapan dan paling menyakitkan.

Maukah Anda meminta bimbingan ke dalam kegelapan Neraka,

Dari domba emas, atau burung bulbul?

Masukkan sebanyak mungkin ke dalam karung kulit,

Dalam persiapan untuk perjalanan menuju Neraka yang paling menyakitkan.

Musim semi datang ke hutan dan lembah,

Dan ke tujuh lembah memutar Neraka gelap.

Burung bulbul di kandang, domba di gerobak,

Dan air mata di mata Tomino imut.

Menangis, burung bulbul, di hutan hujan,
 
Dia berteriak sekeras yang dia bisa dalam merindukan adik perempuannya.
 
Tangisan bergema di seluruh Neraka,

Dan buttercup mekar.

Melalui tujuh gunung dan tujuh lembah Neraka,

Perjalanan solo Tomino yang imut.

Jika mereka berada di Neraka, bawalah mereka,

Gunung pin dan jarum.

Pin merah tidak menonjol,

Sebagai tanda mengarah ke Tomino yang lucu.
 
Romanisasi Jepang

Ane wa chi wo haku, imoto wa hibaku,
Kawaii Tomino wa tama wo haku.
Hitori jigoku ni ochiyuku Tomino,
Jigoku kurayami hana mo naki.
Muchi de tataku wa tomino no ane ka,
Muchi no shubusa ga ki ni kakaru.
Tatakeya tatakiyare tatakazu totemo,
Mugen jigoku wa hitotsu michi.
Kurai jigoku dan anai wo tanomu,
Kane no Hitsuji ni, uguisu ni.
Kawa no fukuro niya ikura hodo ireyo,
Mugen jigoku no tabijitaku.
Haru ga layang-layang soro hayashi ni tani ni,
Kurai jigoku tani nana magari.
Kago niya uguisu, kuruma niya hitsuji,
Tomino Kawaii no me niya namida.
Nakeyo, uguisu, hayashi no ame ni
Imouto koishi untuk koe kagiri.
Nakeba kodama ga jigoku ni hibiki,
Kitsune botan no hana ga saku.
Jigoku nanayama nanatani meguru,
Tomino kawakan tanpa hitoritabi.
Jigoku gozaraba lebih memilih layang-layang tamore,
Hari no oyama no tomebari wo.
Akai tomebari date ni wa sasanu,
Tomino no mejirushini Kawaii. 

TENTANG 

Neraka Tomino, atau Tomino no Jigoku, ditulis oleh penyair Saijou Yaso dalam koleksi puisi 1919 Sakin. Dia berusia 26 tahun saat itu. Di permukaan, puisi itu tertulis tentang seseorang bernama Tomino dan perjalanan mereka melewati neraka. Dikatakan bahwa jika kau membaca puisi itu keras-keras, maka kau akan mati atau menderita bencana besar. Pada tahun 1983, seorang sutradara dengan nama Terayama Shuji membuat film berdasarkan puisi itu dan kemudian meninggal, yang merupakan rumor tentang puisi yang dikutuk pertama kali muncul.

Tetapi mengapa puisi itu dikutuk? Siapakah Tomino dan mengapa dia berada di Neraka?
Bahkan bagi penutur bahasa Jepang, makna sebenarnya di balik Neraka Tomino bisa sulit dipahami. Ada banyak entri blog dan posting forum di mana para pembaca bertanya kepada orang lain apa arti mengenai puisi itu, dan apakah ada di antara mereka yang cukup berani untuk membacanya dengan keras. Ada beberapa interpretasi, dan tergantung pada pembaca untuk memutuskan sendiri apa arti puisi itu bagi mereka. Aku sudah memasukkan lirik Jepang dalam romaji di atas dan juga dengan terjemahan asli yang ku buat, karena aku menemukan sebagian besar terjemahan bahasa Inggris yang tersedia di internet menjadi kurangatau tidak lengkap. Tampaknya ada banyak informasi yang menyesatkan tentang legenda khusus ini dalam bahasa Inggris, jadi mari kita lihat lebih dekat apa yang terjadi.

Pada level awal, ini adalah puisi tentang Tomino yang bepergian melalui neraka. Siapakah Tomino? Jenis kelamin tidak pernah disebutkan dalam bahasa Jepang, Tomino juga bukan nama umum yang khusus untuk anak laki-laki atau perempuan. Dapat disimpulkan dari puisi bahwa Tomino adalah laki-laki, sebagaimana diungkapkan oleh cintanya kepada adik perempuannya. Masih ada lagi, tetapiaku akan membahasnya sebentar lagi.

Puisi dimulai dengan membiarkan pembaca tahu bahwa Tomino telah memuntahkan tama nya. Ini adalah poin penting pertama. Kanji yang digunakan dalam puisi adalah karakter untuk 'harta karun.' Namun, bacaan yang diberikan untuk kanji tersebut adalah tama , mengekspresikan 'bola' atau 'manik-manik'. Ini disengaja , karena dimaksudkan untuk menyejajarkan dengan tamashii , roh seseorang. Tomino telah membangkitkan semangatnya. Dia telah kehilangan jiwanya, dan dengan demikian dia mulai turun ke neraka.

Namun Tomino tidak bepergian melalui Neraka; tidak secara harfiah. Sebagian besar orang percaya bahwa puisi itu adalah metafora untuk perang. Kakak perempuannya memuntahkan darah; dia dengan penuh semangat mendorong dia untuk berjuang untuk negara mereka dan memenangkan perang. Adik perempuannya memuntahkan api; dia mendorongnya dengan caranya sendiri yang polos saat dia berangkat. Kemudian Tomino memuntahkan tama nya; dia mempersembahkan hidupnya untuk tujuan itu. Puisi itu berulang kali menyebut Tomino lucu, membiarkan para pembaca tahu ini hanya seorang pemuda, masih polos sendiri ketika dia berangkat.

Banyak gambar yang disajikan sepanjang sisa puisi itu menarik alusi ke medan perang dan kengerian yang ada di dalamnya. Dia melihat buttercup, bunga-bunga yang sering tumbuh di antara sawah dan jalan saat kembali ke rumah. Puisi itu menyebutkan dia memukul dan memukul, tetapi tidak menyerang sama sekali, mengingatkan kita tentang sia-sia semua ushanya. Dia menangis untuk adik perempuannya, dan ketika dia melakukan perjalanan melalui tujuh lembah Neraka untuk mencapai yang terakhir, yang kedelapan dan yang paling menyakitkan, dia semakin menderita.

Sesuatu yang hilang dalam terjemahan adalah beberapa baris terakhir. 'Pin merah' menandakan senninbari yang digunakan prajurit untuk berperang. Ini adalah selembar kain putih, biasanya sepanjang satu meter, yang dijahit dengan seribu jahitan merah dari seribu wanita berbeda. Berbagai pola dan slogan dapat dijahit, dan para prajurit mengenakannya sebagai keberuntungan dan tanda pengabdian kepada para wanita yang mereka tinggalkan. Mereka seharusnya memberi keberanian pada pemakainya, keberuntungan, dan kekebalan dari cedera. Ini umumnya dibuat oleh keluarga prajurit; ibu, saudara perempuan, pacar atau istri mereka. Para wanita ini secara tradisional akan berdiri di dekat kuil, stasiun atau daerah sibuk lainnya di kota dan meminta para wanita yang lewat untuk menjahit satu jahitan, meskipun pada periode-periode selanjutnya, seperti Perang Dunia II, ini dibuat secara massal oleh ribuan wanita sekaligus dan kemudian dikirim ke tentara sudah berperang.
Jadi senninbari ini bukan hanya tanda keberuntungan, itu juga seharusnya menjadi tanda pengenal, sebuah mejirishi ; Jika Tomino mati di medan perang, mereka dapat mengidentifikasinya dengan senninbari dan mengembalikannya ke keluarganya. Baris terakhir menyebutkan bahwa senninbari-nya tidak 'menonjol', dan dibiarkan pembaca untuk membayangkan mengapa. Jika Tomino tidak dapat diidentifikasi, itu berarti pertama-tama ia kemungkinan meninggal dalam pertempuran, dan kedua bahwa ia tidak akan dikembalikan ke keluarganya. Tiba-tiba puisi itu mengambil makna yang sama sekali berbeda, yang bahkan lebih menakutkan daripada pembacaan literal tentang melintasi Neraka.

MENJADI LEGENDA

Pada tahun 1974, sebuah film berjudul Denen ni Shisu (To Die in the Countryside) dirilis. Film Itu ditulis dan disutradarai oleh Terayama Shuji, dan dia mengambil banyak inspirasi dari Tomino Hell ketika membuat film. Ketika ia kemudian meninggal, orang-orang mengklaim itu karena puisi itu. Ada juga desas-desus tentang seorang mahasiswi yang meninggal setelah membacanya.

Namun pada kenyataannya, Neraka Tomino tidak menjadi urban legend seperti sekarang hingga 2004. Dalam buku Kokoro wa Korogaru Ishi no you ni , penulis Yomota Inuhiko menyatakan, “Jika Anda kebetulan membaca puisi ini dengan keras, setelah Anda akan menderita dari nasib buruk yang tidak dapat dihindarkan. ”Meskipun orang telah membaca Neraka Tomino dengan lantang sejak 1919, baru pada tahun 2004 satu orang mengklaim bahwa itu dikutuk. Sementara Yomota hanya mengklaim bahwa seseorang akan mengalami nasib buruk, rumor Terayama dan mahasiswa juga melayang pada saat itu, jadi tidak butuh waktu lama bagi legenda untuk bermutasi dan berubah menjadi “bacakan puisi ini dengan keras dan kau akan mati. ” Tidak mustahil bahwa Terayama meninggal sembilan tahun setelah filmnya dibuat, dan tidak ada yang tahu siapa mahasiswi itu.

  Pencipta puisi itu, Saijou Yaso, hidup sampai usia 78 tahun yang matang, 51 tahun setelah membuat dan mungkin membaca puisi itu dengan keras berkali-kali selama hidupnya.


Urban Legend : Hachisaku-sama

Hachisaku sama merupakan sebuah urban legend yang berasal dari Negara jepang tentang seorang wanita jangkung setinggi 8 kaki yang suka me...